Menu

9 June 2013

CERPEN DAN UNSUR INTRINSIKNYA (Analisis Unsur Intrinsik Cerpen)


ANALISIS UNSUR INTRINSIK CERPEN
ANAK SAYA PERLU MAKAN DARI KUMPULAN CERPEN  MANDI API
KARYA GDE ARYANTHA SOETHAMA

Oleh
Dedi Irawan

DIKBASASINDA - STKIP SEBELAS APRIL SUMEDANG

Cerpen :
Anak Saya Perlu Makan, Karya Gde Aryantha Soethama
Joko merasa sangat bersalah. Awalnya ia berniat untuk membantu Rukminimesti menyediakan uang Rp 1 juta.
“Di tempat ku memang tak mengenal main sogok-sogokan,  tapi entah mengapa, rata-rata calon karyawan akhirnya nyogok,” ujar Joko.
“ternyata ijazah sarjana dan kecerdasan tak cukup ya?” gumam Rukmini.
Wanita ceking itu akhirnya menyerahkan uang yang diminta Joko, karena sejak SMA mereka bersahabat dan saling bantu. Ketika kuliah mereka satu kelompok diskusi dan sering membuat makalah bersama-sama. Namun nasib Joko lebih baik. Ia mendapat pekerjaan lebih dulu, sementara Rukmini harus menanggung aib sangat besar: ia terjebak rayuan lelaki sudah beristri. Hubungan itu mungkin bisa selesai kalau saja Rukmini tahu lebih awal. Ia baru tahu ketika sudah hamil tiga bulan. Dan bagaimana pun mereka harus kawin.
Si leleki kembali kepada istri pertama. Dan Rukmini mencoba hidup sendiri. Ia mencoba meneruskan kuliah, kos, merawat anak, dan bekerja apa saja yang bisa memberinya uang. Ia menjadi Sales promotionobat-obatan dan furniture. Pekerjaannya berat, gajinya kecil. Ia pernah menjadi pramuniaga. Kepada ayah dan ibunya ia mengatakan akan bercerai, tapi ia berharap bisa dibantu uang bulanan untuk hidup dan membesarkan anak. “Sampai saya punya pekerjaan tetap,” pintanya.
Dengan ijazah sarjana ekonomi ia melamar disebuah bank. Dan Joko bersedia membantunya. Tabungan Rp 1 juta ia relakan buat uang sogokan. Tapi ternyata itu belum cukup.
“Bos ternyata mengincar kamu, Ruk,” kata Joko gamang.
“Tapi aku tak kenal dia. Lagi pula aku sudah punya anak, tidak cantik.”
“Waktu wawancara ia perhatikan kkamu dari balik kaca. Dan bos benar-benar naksir.”
“Apa di mana-mana bos harus begitu?”
“Mana aku tahu.”
“Maksudku, apa bosmu memang tipe lelaki yang suka memanfaatkan kesempatan?”
“Setahuku tidak.”
“Lalu apa yang dia harapkan dariku?”
Joko terhentak. “Kupikir kamu tahu apa yang aku maksud.”
“Aku bisa merabanya, tapi aku ingin detailnya.”
“Bos ingin mengajakmu kencan.”
“Aku tahu. Ia ingin tidur denganku. Tapi apa yang akan kuperoleh? Apa semua ini akan berlangsung terus selama akau jadi karyawan di sana? Aku tak mau jadi gundik.”
“Aku memang sempat dipanggil masalah ini. Katanya ia hanya ingin kencan sekali aja denganmu.”
“Apa jaminannya hanya sekali?”
“Ah, aku tak tahu. Kurasa kau bisa membicarakannya nanti dengan bos.”
“Baik aku terima tawarannya.”
Joko terhentak. Ia tak percaya kalimat Rukmini. Setahunya Rukmini wanita bersih. Sayang ia tergelincir kedalam rengkuhan nasib buruk.
“Katakan pada bosmu aku terima ajakannya. Suruh dia jemput aku di Pantai Sanur, dekat Beach Market. Ku tunggu dia besok pukul tujuh malam. Aku ingin masalah ini cepat selesai.”
“Kau serius, Ruk?”
“Memangnya kenapa?”
“Kupikir kau tak usah meladeninya. Ini akan menjadi sejarah hidupmuyang buruk.”
“Hidupku sudah sangat buruk, Jok. Biarkan aku terus melakoninya.”
“Tapi yang ini jangan! Kau akan semakin terperosok.”
“Anakku perlu makan, Jok. Ini awal dari kepastian. Pokonya sampaikan pada bosmu tentang kencan besok malam. Jangan lupa.”
Rukmini berdiri di pantai dengan perasaan gamang. Dikenakannya rok terusan merah pekat. Sekali-kali ia menatap papan restoran di komplek Beach Market. Tiba-tiba ia teringat anaknya yang ia titipkan di tetangga. Anak lelaki tiga tahun itu tentu tak akan pernah tahu apa yang akan dikerjakan bundanya.
Sebuah mobil sedan menyorotkan lampunya ke pantai. Dada Rukmini berdebar kencang. Seorang lelaki dengan t-shirt putih kembang merah dan ungu, bercelana jins, turun. Rukmini tak yakin kalau itu seorang direktur bank yang punya sepuluh cabang. Ia menyongsongnya penuh hormat.
“Selamat malam, Pak. Saya Rukmini.”
“Sudah lama menunggu?”
Suara itu berat sekali. Ia teringat pacarnya yang pertama ketika di semester tiga. Dimana lelaki itu sekarang?
Lelaki itu membukakannya pintu, mempersilahkannya masuk.
“Kemana kita sekarang?”
“Terserah Bapak.”
“Bagaimana kalau di sini saja?”
“Di sini?” Rukmini memandang lelaki itu. Matanya bagus. Tajam, bercahaya. Rambutnya berombak sedikit dibagian belakang. Lehernya kukuh. Ia lelaki beruntung. Masih muda. Umurnya pasti belum 40, tapi sudah kaya. Kelihatannya ia lelaki sederhana. Mobilnya saja cukup Toyota DX tahun 1982. Atau ia berpura-pura sederhana kalau menghadapi cewek, biar pasangan kencannya tak terlampau menuntut duit?
“Memangnya kenapa?”
“Bapak tidak takut?”
“Takut sama siapa? Takut sama hansip? Apa hak mereka mencampuri urusan pribadi mereka?”
Laki-laki itu tertawa. Lalu ia menstarter mobilnya, melaju kebarat.
“Kamu tinggal di mana?”
“Di Jalan Teuku Umar.”
“Kita ke sana saja.”
“Jangan Pak, Jangan!”
“Kenapa?”

GELOMBANG BAHASA (Sebuah Teori Perbandingan Bahasa Nusantara)


Oleh : Dedi Irawan  
Bahasa merupakan sebuah sistem universal yang dinamis. Ada pola-pola atau unsur-unsur linguistik dalam setiap bahasa. Pola-pola tersebut merupakan sistem bahasa. Aturan (sistem) berbahasa ini kemudian digunakan oleh masyarakat bahasa. Atas penggunaan bahasa dimaksud, dapat dikemukakan bahwa pada suatu komunitas bahasa tercipta konvensi bahasa yakni pada sistem bahasa. Konvensi itu penting karena bahasa digunakan tidak terbatas pada satu individu saja namun pada lingkup yang lebih besar yakni masyarakat bahasa regional bahkan internasional. Terkait dengan pengguna bahasa --manusia yang selalu dinamis-- yang dalam kegiatannya melakukan kontak bahasa antara satu sama lain, maka terjadi pula bahasa yang dinamis. Pergerakan masyarakat bahasa ini bisa melewati batas-batas regional dalam upaya penutur suatu bahasa untuk melangsungkan kehidupannya.
Bahasa merupakan wadah yang memiliki konsep bahasa untuk melakukan kontak antar(a) suatu komunitas bahasa dengan komunitas bahasa lainnya pada satu wilayah bertetangga bahkan dalam lintas wilayah. Ada konsep bahasa yang sama pada satu komunitas karena mereka menggunakan bahasa yang sama. Namun ketika masyarakat bahasa tersebut melakukan kontak dengan komunitas bahasa di luar komunitas aslinya maka tidak menutup kemungkinan akan tercipta suatu variasi bahasa.
Berbicara tentang variasi bahasa, seseorang perlu memahami istilah terkait yakni idiolek, dialek, dan ragam. Kridalaksana (2008: 90) menyebutkan bahwa bahasa yang digunakan oleh seorang pribadi manusia dengan keseluruhan ciri-ciri bahasanya disebut idiolek. Jadi idiolek itu pusatnya pada tiap insan pengguna bahasa. Letak perbedaan lainnya adalah pada kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa pada suatu tempat atau waktu maka variasi bahasa yang terjadi disebut dialek. Misalnya bahasa Batak dialek Toba, bahasa Batak dialek Humbang Hasundutan, bahasa Batak dialek Simalungun. Lain halnya dengan ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan atau untuk keperluan tertentu sehingga kita mengenal istilah ragam baku dan tidak baku; juga ragam lisan dan tulisan.
Holmes (2001) dalam bukunya “An Introduction to Sociolinguistics” membahas perubahan bahasa atas empat fokus perhatian, yakni 1) variasi dan perubahan; 2) bagaimana perubahan itu menyebar; 3) bagaimana kemudian kita mempelajari perubahan bahasa yang terjadi; dan 4) alasan-alasan sehingga perubahan bahasa terjadi. Dalam tulisan ini, saya akan melihat empat hal tersebut sebagai satu kesatuan yang saling terkait. Oleh karena itu, saya akan menguraikannya dengan apa yang disebut Teori Gelombang dari Schmidt (Schmidt’s Wave Theory) dan pada akhirnya mencoba mengimplementasikan dan menghubungkannya dengan pengajaran bahasa.
Perubahan bahasa terjadi tidak dalam jangka waktu yang singkat (Holmes, 2001: 194; Yule, 2006: 190; Aitchison, 2003: 160; Aitchison, 1991: 4; Chambers, 2006: 69, 109).  Aitchison (2003: 160) menambahkan bahwa perubahan itu sering kali tidak disadari (unconscious) oleh penutur satu bahasa karena bunyi dan bentuk sintaksis yang sifatnya statis. Perubahan bahasa itu menurut Greenberg (1978a) dalam Good (2008: 13) memiliki mekanisme mendasar yang umumnya terjadi pada semua bahasa; saya pahami sebagai mekanisme yang dapat ditelusuri lewat pendekatan horisontal atau longitudinal. Yule (2006: 192) menyebutkan bahwa variasi bahasa dapat ditelusuri secara diakronis (waktu yang berbeda) dan sinkronis (melihat perbedaan dalam satu bahasa pada tempat serta kelompok yang berbeda pada waktu yang sama).
Terkait upaya untuk menguraikan perubahan bahasa dengan Teori Gelombang, maka saya akan lebih menaruh perhatian pada penelusuran perubahan bahasa secara sinkronis atau horisontal. Ibarat gelombang yang bergerak secara horisontal, maka demikian pula yang terjadi pada perubahan bahasa.
Di ibaratkan, terdapat dua masyarakat bahasa dari Komunitas A dan Komunitas B.  A, B, C, dan D menunjukkan perbedaan kelompok usia, kelompok sosial atau kelompok regional. Bagian yang diarsir pada gambar di atas menggambarkan daerah tempat terjadinya kontak bahasa antara dua komunitas tersebut. Seiring dengan waktu yang relatif cukup lama, maka daerah ini merupakan daerah bahasa baru. Demikian seterusnya hingga dua masyarakat bahasa baik dari lingkaran C, B, bahkan A sekalipun dapat menciptakan daerah-daerah bahasa baru (Saya ilustrasikan dengan garis gelombang putus-putus yang dapat diartikan sebagai berpotensi untuk daerah baru kontak bahasa).
Memang perlu kita sadari bahwa masyarakat bahasa memiliki komunitas bahasa dengan masing-masing konvensi bahasa (disini saya tidak akan mempermasalahkan adanya komunitas minor dan mayor). Yang pasti, masyarakat dinamis dengan sifat sosialnya untuk melakukan dan membuat kontak atau hubungan dengan kelompok lain pada wilayah di sekitarnya merupakan aktor yang sangat berpotensi dalam terjadinya perubahan bahasa. 
Kontak bahasa terjadi di antara komunitas bahasa yang berasal dari masyarakat bahasa yang berbeda-beda. Ketika kontak bahasa terjadi, seringkali pada awalnya penutur bahasa yang berbeda itu mengalami kegalauan bahasa oleh karena sistem, kosa kata, bunyi bahasa yang sedikit berbeda atau jelas-jelas berbeda. Namun disadari bahkan pergerakan tubuh atau mimik juga merupakan wujud lain bahasa (dalam tulisan ini saya tidak akan membahasnya). Kontak yang terjadi memberi ruang bagi masing-masing komunitas bahasa untuk saling menunjukkan identitasnya. Holmes (2001: 194-195) mengemukakan bahwa bahasa sebagai identitas independen dari penutur. Selain itu ada tiga cara yang saling terkait dalam hal perubahan bahasa, yakni: perihal waktu (lihat juga Thomason (1993) seperti dikutip Chambers, (2006: 68), physical space regional (wilayah), dan socially (secara sosial).
Ada semacam gelombang yang berasal dari individu sebagai anggota masyarakat bahasa dalam menjalani kehidupan ini sehingga mau tidak mau melakukan kontak dengan komunitas lain. Begitu juga dari masyarakat bahasa yang lain ada upaya yang kurang lebih sama. Masing-masing dari komunitas yang berbeda ini kemudian melakukan kontak. Saat kontak itu terjadi, maka ada pertukaran bahasa yang terjadi. Agar dapat saling memahami antar komunitas dimaksud, maka perlu upaya untuk mengerti bahasa dari komunitas yang berbeda. Upaya ini sebagai gelombang yang bersumber dari internal komunitas bahasa. Upaya internal ini terjadi bersamaan dengan pergerakan dari luar (eksternal) (lihat juga Yule, 2006: 186-188). Jika kontak ini terjadi, berarti masyarakat bahasa tersebut merupakan masyarakat yang terbuka.