Oleh : Dedi Irawan
Bahasa
merupakan sebuah sistem universal yang dinamis. Ada pola-pola atau unsur-unsur linguistik dalam
setiap bahasa. Pola-pola
tersebut merupakan sistem bahasa. Aturan (sistem) berbahasa
ini kemudian digunakan oleh masyarakat bahasa. Atas penggunaan bahasa dimaksud,
dapat dikemukakan bahwa pada
suatu komunitas bahasa tercipta konvensi bahasa yakni pada sistem bahasa. Konvensi itu penting karena bahasa
digunakan tidak
terbatas pada satu individu saja
namun pada lingkup yang lebih besar yakni masyarakat bahasa
regional bahkan internasional. Terkait dengan pengguna bahasa --manusia yang selalu
dinamis-- yang dalam kegiatannya melakukan kontak
bahasa antara satu sama
lain, maka terjadi pula bahasa yang dinamis. Pergerakan masyarakat bahasa ini
bisa melewati batas-batas regional dalam upaya penutur suatu bahasa untuk
melangsungkan kehidupannya.
Bahasa merupakan wadah yang memiliki
konsep bahasa untuk melakukan kontak antar(a) suatu komunitas bahasa dengan
komunitas bahasa lainnya pada satu wilayah bertetangga bahkan dalam lintas
wilayah. Ada konsep bahasa yang sama pada satu komunitas karena mereka
menggunakan bahasa yang sama. Namun ketika masyarakat bahasa tersebut melakukan
kontak dengan komunitas bahasa di luar komunitas aslinya maka tidak menutup
kemungkinan akan tercipta suatu variasi bahasa.
Berbicara
tentang variasi bahasa, seseorang
perlu memahami
istilah terkait yakni idiolek, dialek, dan ragam. Kridalaksana (2008: 90) menyebutkan bahwa bahasa
yang digunakan oleh seorang pribadi manusia dengan keseluruhan ciri-ciri
bahasanya disebut idiolek. Jadi idiolek itu pusatnya pada tiap insan pengguna
bahasa. Letak perbedaan lainnya adalah pada kelompok masyarakat yang
menggunakan bahasa pada suatu tempat atau waktu maka variasi bahasa yang
terjadi disebut dialek. Misalnya bahasa Batak
dialek Toba, bahasa Batak dialek Humbang Hasundutan,
bahasa Batak dialek Simalungun. Lain halnya dengan
ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan atau
untuk keperluan tertentu sehingga kita mengenal istilah ragam baku dan tidak
baku; juga ragam lisan dan tulisan.
Holmes (2001) dalam bukunya “An Introduction to Sociolinguistics”
membahas perubahan bahasa atas empat fokus perhatian, yakni 1) variasi dan
perubahan; 2) bagaimana perubahan itu menyebar; 3) bagaimana kemudian kita
mempelajari perubahan bahasa yang terjadi; dan 4) alasan-alasan sehingga
perubahan bahasa terjadi. Dalam
tulisan ini, saya akan melihat empat hal tersebut sebagai satu kesatuan yang
saling terkait. Oleh karena itu, saya akan menguraikannya dengan apa yang
disebut Teori Gelombang dari Schmidt (Schmidt’s Wave Theory)
dan pada akhirnya mencoba mengimplementasikan dan menghubungkannya dengan pengajaran
bahasa.
Perubahan bahasa terjadi
tidak dalam jangka waktu yang singkat (Holmes, 2001: 194; Yule, 2006: 190; Aitchison, 2003: 160; Aitchison, 1991: 4; Chambers, 2006: 69, 109). Aitchison
(2003:
160) menambahkan bahwa
perubahan itu sering kali tidak disadari (unconscious)
oleh penutur satu
bahasa karena bunyi dan bentuk sintaksis yang sifatnya statis. Perubahan bahasa
itu menurut Greenberg (1978a) dalam Good (2008: 13) memiliki mekanisme mendasar yang umumnya terjadi
pada semua bahasa; saya pahami sebagai mekanisme yang dapat ditelusuri lewat
pendekatan horisontal atau longitudinal.
Yule (2006: 192) menyebutkan bahwa
variasi bahasa dapat ditelusuri secara diakronis (waktu yang berbeda) dan
sinkronis (melihat perbedaan dalam satu bahasa pada tempat serta kelompok yang
berbeda pada waktu yang sama).
Terkait
upaya untuk menguraikan perubahan
bahasa dengan Teori Gelombang, maka saya akan lebih menaruh perhatian pada
penelusuran perubahan bahasa
secara sinkronis atau horisontal.
Ibarat gelombang yang bergerak secara horisontal, maka demikian pula yang
terjadi pada perubahan bahasa.
Di ibaratkan, terdapat dua masyarakat bahasa dari Komunitas A dan Komunitas B. A, B, C, dan D menunjukkan perbedaan kelompok usia, kelompok sosial atau kelompok regional. Bagian yang diarsir pada gambar di atas menggambarkan daerah tempat terjadinya kontak bahasa antara dua komunitas tersebut. Seiring dengan waktu yang relatif cukup lama, maka daerah ini merupakan daerah bahasa baru. Demikian seterusnya hingga dua masyarakat bahasa baik dari lingkaran C, B, bahkan A sekalipun dapat menciptakan daerah-daerah bahasa baru (Saya ilustrasikan dengan garis gelombang putus-putus yang dapat diartikan sebagai berpotensi untuk daerah baru kontak bahasa).
Di ibaratkan, terdapat dua masyarakat bahasa dari Komunitas A dan Komunitas B. A, B, C, dan D menunjukkan perbedaan kelompok usia, kelompok sosial atau kelompok regional. Bagian yang diarsir pada gambar di atas menggambarkan daerah tempat terjadinya kontak bahasa antara dua komunitas tersebut. Seiring dengan waktu yang relatif cukup lama, maka daerah ini merupakan daerah bahasa baru. Demikian seterusnya hingga dua masyarakat bahasa baik dari lingkaran C, B, bahkan A sekalipun dapat menciptakan daerah-daerah bahasa baru (Saya ilustrasikan dengan garis gelombang putus-putus yang dapat diartikan sebagai berpotensi untuk daerah baru kontak bahasa).
Memang
perlu kita sadari bahwa masyarakat
bahasa memiliki komunitas bahasa dengan masing-masing konvensi bahasa (disini
saya tidak akan mempermasalahkan adanya komunitas minor dan mayor). Yang pasti,
masyarakat dinamis dengan sifat sosialnya untuk melakukan dan membuat kontak
atau hubungan dengan kelompok lain pada wilayah di sekitarnya merupakan aktor
yang sangat berpotensi dalam terjadinya perubahan bahasa.
Kontak bahasa terjadi di antara komunitas bahasa yang berasal dari
masyarakat bahasa yang berbeda-beda. Ketika kontak
bahasa terjadi, seringkali pada awalnya penutur
bahasa yang berbeda itu mengalami kegalauan
bahasa oleh karena sistem, kosa kata, bunyi bahasa yang sedikit berbeda atau
jelas-jelas berbeda. Namun disadari bahkan pergerakan tubuh atau mimik juga
merupakan wujud lain bahasa
(dalam tulisan ini
saya tidak akan membahasnya).
Kontak yang terjadi memberi ruang bagi masing-masing komunitas bahasa untuk saling menunjukkan
identitasnya. Holmes (2001: 194-195) mengemukakan bahwa bahasa
sebagai identitas independen dari penutur. Selain itu ada tiga cara yang saling
terkait dalam hal perubahan bahasa, yakni: perihal waktu (lihat juga Thomason (1993) seperti dikutip
Chambers, (2006: 68), physical space
–regional (wilayah), dan socially (secara sosial).
Ada
semacam gelombang yang berasal dari individu sebagai anggota masyarakat
bahasa dalam menjalani kehidupan ini sehingga mau tidak mau melakukan kontak
dengan komunitas lain. Begitu juga dari masyarakat
bahasa yang lain ada upaya yang kurang lebih sama.
Masing-masing dari komunitas yang berbeda ini kemudian melakukan kontak. Saat
kontak itu terjadi, maka ada pertukaran bahasa yang terjadi. Agar dapat saling memahami antar
komunitas dimaksud, maka perlu
upaya untuk mengerti bahasa dari komunitas yang berbeda. Upaya ini sebagai
gelombang yang bersumber dari internal komunitas bahasa. Upaya internal ini
terjadi bersamaan dengan pergerakan dari luar (eksternal) (lihat juga Yule, 2006: 186-188). Jika kontak ini terjadi, berarti masyarakat bahasa
tersebut merupakan masyarakat yang terbuka.
0 komentar:
Post a Comment