Menu

22 October 2014

CERPENku DULU

“Ya syukur atuh Man, sudah ketemu kehidupannya mungkin. Lah kita begini-begini saja”. Jawab Kadir sambil menunjukan keadaan rumahnya dan badannya seolah menandakan perbandingan antara miskin dan kaya.
“Iya tapi, karena itu dia sekarang hidupnya hancur, si Ani gadis cantik yang sempat kita taksir bersama dulu waktu SMA sudah menggugat cerai, dan dia stress sekarang”. Menerangkan dengan penuh rasa kasihan.
Terheran-heran Kodir mendengarnya, belum sempat masuk rumah mereka sudah berhenti lagi. “Dia stress gimana? Memang apa penyebabnya bisa berantakan seperti itu? Apa karena harta yang ia dapatkan tidak halal?” Tanya kodir dengan penuh rasa penasaran.
“Bukan.” Jawab Rohman langsung. Kemudian dia menjelaskan semuanya setelah mereka duduk santai di dalam rumah. Istri Kodir membawakan air dan sepiring goreng pisang yang masih hangat. Sembari menyapa Rohman. Dan tak lama dia masuk lagi ke ruangan tengah yang disana telah menunggu seorang anak kecil dengan tangisan dan rengekan meminta uang jajan. Ya itu anak Kodir.
Mereka menjadi serius dalam pembicaraannya. Yang seharusnya mereka bercerita masalah kehidupan mereka masing-masing, malah tekun menceritakan satu sahabatnya itu Fuad. Mungkin karena kepedulian mereka yang besar kepadanya. “Memang benar mereka berpisah karena si Fuad yang menjadi so kaya dan bertingkah belagu, itu yang saya sebut berubah dari dia.” Terang Rohman jelas. Seketika Kodir mengiahkan. “Yang parahnya dan sangat menjadi akibat perceraian itu karena Fuad sering jajan ke luar. Setelah begini dia baru menyesal dan merasa kehilangan si Ani” Lanjut Rohman.
“Ooo… Jadi si Fuad sekarang begitu? Bawaan playboynya terbawa sampai sekarang. Emang tak puas apa memiliki si Ani.” Respon Kodir malah sedikit marah. “Aku mah tidak mungkin menyia-nyiakan perempuan seperti itu.” Tambahnya pelan berusaha agar tak terdengar oleh istrinya.
“Yah, hampir tiap minggu dia disinyalir jajan ke luar, itu kata tetangganya”. Terang Rohman. Tak lama istri dan anak Kodir menghampiri mereka berdua, bermaksud meminta uang sejumlah uang untuk jajan anaknya.
“Aduh, ini lagi anak kerjaannya jajan melulu. Barusan sudah jajan kan? Jangan jajan terus atuh, nanti bapak ceraikan ibu kamu.” Sahut Kodir sambil memegang pundak anaknya.
Dedd’ cerpen dulu….


20 October 2014

PROSES PEMBAKUAN BAHASA INDONESIA


       Bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai bahasa nasional, bahasa negara, bahasa persatuan, dan bahasa resmi Negara Indonesia. Oleh karena itu jangan heran kalau bahasa Indonesia sudah diajarkan dari mulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, tidak lain tujuannya untuk mematangkan bagaimana masyarakat bisa menggunakan bahasa Indonesia itu dengan baik dan benar.


         Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik itu belum tentu benar, begitupun bahasa Indonesia yang benar itu belum tentu baik. Penggunaan yang baik yaitu yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada penggunaannya, dimana, kapan, kepada siapa kita bicara itu kan menjadi tolok ukur kebaikannya. Sedangkan yang benar yaitu yang sesuai dengan kaidah kebahasaan.
         Terus yang mana kaidah yang benar? nah, itu salah satunya menggunakan kaidah bahasa ragam baku yang di tetapkan pada Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Bahasa Baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang dijadikan sebagai tolok ukur penggunaan bahasa yang benar.

Proses pembakuan bahasa
Pembakuan adalah suatu proses yang berlangsung secara bertahap, tidak sekali jadi. Pembakuan juga sikap masyarakat terhadap satu ragam bahasa, dan dari psikologi sosial kita mengetahui bahwa sikap masyarakat akan sesuatu berproses tidak sebentar. Pada pokoknya proses standarisasi mengalami tahap-tahap sebagai berikut:
 
     1. Pemilihan (selection)
            Satu variasi atau dialek tertentu akan dipilih kemudian dikembangkan menjadi bahasa baku. Ragam atau variasi tersebut bisa berupa satu ragam yang telah ada, misalnya yang dipakai dalam kegiatan-kegiatan politik, sosial atau perdagangan; dan bisa merupakan campuran dari berbagai ragam yang ada. Bisa saja yang dipilih itu adalah ragam yang belum merupakan bahasa pertama bagi masyarakat ujaran di daerah negeri itu (Alwasilah, 1986: 119).
     2. Kodifikasi
            Kodifikasi yaitu hal yang memberlakuakan suatu kode atau aturan kebahasaan untuk dijadikan norma dalam berbahasa oleh masyarakat. Kodifikasi ini meliputi (1) otografi, (2) penerapan atau lafal, (3) tata bahasa, (4) peristilahan. Badan atau lembaga tertentu biasanya ditunjuk untuk terlaksananya kodifikasi ini. Lembaga ini menyusun kamus, buku tata bahasa dengan berpedoman pada kode atau variasi yang akan dimasyarakatkan; sehingga setiap orang mempunyai acuan aturan bahasa yang ‘benar’. Setelah kodifikasi ini dibentuk, maka warga negara yang berpendidikan akan mempelajari atau ingin mempelajari bentuk bahasa yang benar dan menghindari yang tidak benar, walaupun yang tidak benar ragam bahasanya sendiri (Alwasilah, 1986: 121).
     3. Penjabaran Fungsi
            Apa yang dikodifikasikan itu tidak akan memasyarakat tanpa adanya penjabaran fungsi ragam yang sudah standar itu. Pada kenyataannya proses elaborasi fungsi ini akan melibatkan pemasyarakatan hal-hal ekstralinguistik seperti pembiasaan format atau bentuk surat atau dalam penyusunan test dan lain sebagainya (Alwasilah, 1986: 121).
     4. Persetujuan
            Pada akahirnya ragam bahasa itu mesti disetujui oleh anggota masyarakat ujaran sebagai bahasa nasional mereka. Kalau sudah sampai pada tahap ini, maka bahasa standar itu mempunyai kekuatan untuk mempersatukan bangsa dan menjadi simbol kemerdekaan negara dan menjadi ciri pembeda dari negara-negara lain (Alwasilah, 1986: 121-122).

17 October 2014

PERIODISASI SASTRA INDONESIA



Periodisasi adalah pembagian kronologi perjalanan sastra pada kurun waktunya, biasanya berupa dekade-dekade, bisa disebut juga dengan istilah pembabakan sastra. Banyaknya para ahli sastra yang membuat pemeriodasian terhadap sastra indonesi membuat kita sulit untuk meyakini yang mana sebenarnya yang benar. Terlepas dari itu, dapat kita tinjau secara umum periode perkembangan sastra Indonesia terbagi atas sastra Indonesia lama (klasik) adalah karya sastra yang berkembang sebelum ada pengaruh dari kebudayaan luar, khususnya kebudayaan barat. Sastra Indonesia lama diperkirakan lahir pada tahun 1500 sampai abad ke-19. Adapaun sastra Indonesia modern karya sastra yang berkembang setelah ada pengaruh kebudayaan Barat pada awal abad ke-20.
Saya sajikan beberapa hasil studi pustaka mengenai beberapa kritikus sastra yang telah mencoba membagi periodisasi (pembabakan) sastra Indonesia, di antaranya sebagai berikut.


Ø  Periodisasi  Sastra Ajip Rosidi
Dalam bukunya Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1969), secara garis besar Ajip Rosidi membagi sejarah sastra sebagai berikut.
1.      Masa  kelahiran  atau masa kebangkitan yang mencakup kurun waktu 1900-1945, yang dapat dibagi lagi menjadi beberapa periode:
a.       Periode awal hingga 1933
Yang menonjol pada periode ini adalah persoalan adat yang sedang mengalami akulturasi sehingga menjadi problem bagi kelangsungan eksistensi masing-masing.
b.      Periode 1933-1942
Diwarnai dengan pencarian tempat ditengah pertarungan bangsa Timut dan Barat dengan pandangan romantic-idealis.
c.       Periode  1942-1945
Masa ini disebut juga masa pendudukan jepang yang melahirkan warna pelarian, kegelisahan dan perjuangan.

2.      Masa Perkembangan (1945-1968) yang dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu:
a.       Periode 1945-1953
Memiliki warna perjuangan dan pernyataan diri di tengah peradaban dunia.
b.      Periode 1953-1961
Memiliki warna pencarian identitas diri dan sekaligus penilaian kembali terhadap warisan leluhur.
c.       Periode 1960-1968
Lebih menonjol warna perlawanan dan perjuangan mempertahankan martabat.

Ø  Periodisasi sastra Jakob Sumardjo
Pembagian sastra ini terdapat pada Lintas Sejarah Sastra Indonesia 1 (1992), yang mengatakan bahwa pada kenyataannya telah tercatat lima angkatan yang muncul dengan rentang waktu 10-15 tahun sehingga dapat disusun periodisasi sejarah sastra Indonesia modern,sebagai berikut:

1.      Sastra Awal (1900-an)
2.      Sastra Balai Pustaka (1920-1930)
3.      Sastra Pujangga Baru (1930-1942)
4.      Sastra Angkatan 45 (1942-1955)
5.      Sastra Generasi Kisah (1955-1965)
6.      Sastra Generasi Horison (1966-).
Jakob mengatakan bahwa penamaan itu didasarkan pada nama badan penerbit yang menyiarkan karya para sastrawan, kecuali angkatan 45 yang menggunakan tahun revolusi Indonesia.
 

IKHWAL FONOLOGI BAHASA INDONESIA

Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan bunyi-bunyi (fonem) bahasa dan distribusinya. Fonologi diartikan sebagai kajian bahasa yang mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap manusia, diantaranya:
  • bibir atas
  • bibir bawah
  • gigi atas
  • gigi bawah
  • langit-langit lembut
  • langit-langit keras
  • anak tekak
  • ujung lidah
  • tengah lidah
  • belakang lidah
  • epiglotis
  • pita suara
  • anak tekak
  • rongga hidung
  • rongga mulut
  • tonggorok

Ada 3 (tiga) unsur penting ketika organ ucap manusia memproduksi bunyi atau fonem, yaitu:
  • udara - sebagai penghantar bunyi,
  • artikulator - bagian alat ucap yang bergerak, dan
  • titik artikulasi (disebut juga artikulator pasif) - bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator