Menu

23 December 2014

KALIMAT ELIPS





Lambang Elips
(titik tiga)
     Kalimat Elips adalah kalimat yang tidak lengkap karena adanya penghilangan bagian kalimat tersebut. Ketika mengambil sebagian dari kalimat utuh, maka ada yang harus dihilangkan sebagiannya lagi baik itu di awal kalimat, di akhir, maupun di tengah.
     Bagaimana dengan kekosongan kalimat tersebut? Nah, itulah yang dinamakan kalimat elipsis. sebagai gantinya kalimat tersebut diganti dengan titik tiga buah (...). biasanya pengosongan ini ketika mengutip pendapat ahli yang terlalu panjang dan diambil intinya saja sehingga yang dirasa kurang penting tidak disertakan. selain itu biasa digunakan ketika kita membuat soal ujian, misalnya untuk melengkapi bagian yang hilang atau sebagai akhir dari pertanyaan untuk dijawab.
    Tidak semua bagian yang dihilangkan hanya diganti dengan titik 3 buah saja, tetapi ada aturannya, yaitu sebagai berikut.
  • Bagian yang dihilangkan di awal kalimat, diganti dengan titik tiga (...)
  • Bagian yang dihilangkan di tengah kalimat, diganti dengan titik tiga (...)
  • Bagian yang dihilangkan di akhir kalimat, bisa diganti dengan titik tiga (...), titik empat (....), titik tanda tanya (...?) dan atau titik tiga tanda seru (...!), tergantung kalimat awalnya.
Aturan lain terkait penghilangan bagian kalimat, adalah dalam pembuatan soal, titik tiga (...) digunakan apabila:
  • Dalam soal essay, digunakan titik tiga kalau berbentuk pelengkapan, misal: Yang dimaksud dengan bahasa adalah... tetapi kalau essay biasa yang berakhir tanda tanya (?) atau tanda setu (!) tidak usah digunakan titik tiga sesudahnya, karena itu kalimat lengkap
  • Dalam soal pilihan ganda biasanya penghilangan ini lebih banyak dipakai. dlam polihan ganda tersedia beberapa pilihan untuk melengkapi kalimat dalam pertanyaannya, sehingga titik tiga diperluka. Jika dalam soal diakhiri titik tiga (...) maka dalam pilihan gandanya ditulis dengan menggunakan hurup kecil pada awal dan menggunakan tanda baca titik di akhir setiap pilihan (a b c d e). Akan tetapi jika ingin pada pilihannya tidak usah menggunakan titik lagi maka dalam pertanyaan titiknya harus menggunakan empat titik (....) dengan tambahan satu titik yang berguna mengakhiri kalimat.

    ***Semoga Bermanfaat***

22 December 2014

PREPOSISI (KATA DEPAN) BAHASA INDONESIA

Kata depan atau preposisi biasanya digunakan untuk merangkaikan kata-kata atau merangkaikan bagian-bagian kalimat. Hal ini ditegaskan keraf (1984: 80) yang menyatakan bahwa, “Kata depan adalah kata yang merangkaikan kata-kata atau bagian-bagian kalimat.” Artinya, kata depan dalam hal ini berfungsi sebagai perangkai kata atau kalimat.
Finoza menyatakan bahwa, “Kata depan atau preposisi adalah kata tugas yang selalu berada di depan kata benda, kata sifat, atau kata kerja untuk membentuk gabungan kata (frasa preposional)” (2002: 70). Dengan kata lain, kata depan merupakan bagian dari kata tugas yang berfungsi sebagai perangkat didepan kata benda, kata sifat, atau kata kerja. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Chaer (1998: 122) yang menyatakan bahwa, “Kata depan adalah kata-kata yang digunakan di muka kata benda untuk merangkaikan kata benda itu.” Maksudnya bahwa kata depan merupakan bagian kata tugas yang posisinya selalu berada didepan kata benda, kata sifat, atau kata kerja yang penulisannya harus dipisah.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa kata depan adalah kata-kata yang bertugas sebagai pembentuk frase preposisional. Frase preposisional terletak di bagian awal dari frase dan unsur yang mengikutinya dapat berupa kata benda, kata sifat, atau kata kerja.
             Kata dalam kalimat dapat digolongkan dalam beberapa jenis atau kelas. Demikian juga dengan kata depan yang dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis. Pengklasifikasikan tersebut, karena kata depan merupakan bagian dari kata tugas. “Kata tugas merupakan kata yang tidak mempunyai makna leksikal atau kata yang maknanya baru jelas di dalam hubungannya dengan kata lain. Jika ditinjau dari perilaku semantisnya, preposisi, yang juga disebut kata depan, menandai berbagai hubungan makna antara konstituen di depan preposisi tersebut dengan konstituen di belakangnya. Dalam frasa pergi ke pasar, misalnya, preposisi ke menyatakan hubungan makna arah antara pergi dan pasar” (Moeliono, 1998: 295).
Jika ditinjau dari perilaku sintaktisnya, preposisi berada di depan nomina, adjektiva, atau adverbia sehingga terbentuk frasa yang dinamakan frasa preposisional. Dengan demikian, dapat terbentuk frasa preposisional seperti ke pasar, sampai penuh, dan dengan segera.

Baca juga:

KLASIFIKASI DAN MAKNA KATA DEPAN (PREPOSISI) BAHASA INDONESIA


Kata depan atau preposisi dalam bahasa Indonesia agak terbatas jumlahnya. Kata depan diklasifikasikan sebagai berikut.
1)        Kata depan sejati, yaitu di, ke, dari.
2)        Kata depan majemuk, yaitu gabungan kata depan sejati tadi dengan kata lain, misalnya: di dalam, di luar, di atas, di bawah, ke muka, kebelakang, dari samping, dari depan, kepada, daripada.
3)        Kata depan yang tak tergolong pada (1) dan (2), seperti: tentang, perihal, akan, dengan, oleh, antara, bagi, untuk (Badudu, 1985: 149).
Moeliono dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia mengklasifikasikan kata depan (preposisi) sebagai berikut.
1)        Preposisi tunggal, yaitu preposisi yang hanya terdiri atas satu kata. Bentuk preposisi tunggal tersebut berupa (1) kata dasar, misalnya di, ke, dari, daripada, dan (2) kata berafiks, seperti selama,mengenai, dan sepanjang.
2)        Preposisi gabungan, preposisi yang terdiri dari dua unsur atau lebih. Preposisi gabungan terdiri atas (1) preposisi berdampingan dan (2) yang berkorelasi (1998: 288).
Preposisi menurut Abdul Chaer (1998: 122) digolongkan dalam sembilan makna yaitu sebagai berikut.
1.    Tempat berada, yaitu preposisi di, pada, dalam, atas, dan antara.
2.    Arah asal, yaitu preposisi dari.
3.    Arah tujuan, yaitu preposisi ke, kepada, akan, dan terhadap.
4.    Pelaku yaitu preposisi oleh.
5.    Alat, yaitu preposisi dengan dan berkat.
6.    Perbandingan , yaitu prepoisis daripada.
7.    Hal atau masalah, yaitu preposisi tentang dan mengenai
8.    Akibat, yaitu preposisi hingga/sehingga dan sampai.
9.    Tujuan, yaitu preposisi untuk, buat, guna, dan bagi.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, penulis mengacu  pada pendapat  Abdul Chaer. Dalam penggunaan kata depan ada aturan-aturan yang perlu diikuti. Berikut penulis paparkan beberapa aturan penggunaan kata depan.

MACAM-MACAM PREPOSISI (KATA DEPAN) BAHASA INDONESIA

1.        Preposisi Tunggal
            Preposisi tunggal adalah preposisi yang hanya terdiri atas satu kata, bentuk preposisi tunggal tersebut dapat berupa (1) kata dasar, misalnya di, ke, dari, dan pada, dan (2) kata berafiks, seperti selama, mengenai, dan sepanjang. (Moeliono,  1998: 294).
a.    Preposisi yang Berupa Kata Dasar
            Preposisi dalam kelompok ini hanya terdiri atas satu morfem. Berikut adalah contohnya.
akan
:
Takut akan kegelapan
antara
:
Antara anak dan ibu
b.    Preposisi yang Berupa Kata Berafiks
            Preposisi dalam kelompok ini dibentuk dengan menambahkan afiks pada bentuk dasar termasuk kelas kata verba, adjektiva, atau nomina. Afiksasi dalam pembentukan itu dapat berbentuk penambahan prefiks, sufiks, atau gabungan kedua-duanya.
1.    Preposisi yang berupa kata berprefiks:
a.         Bersama     :   pergi bersama kakak
b.         Beserta       :   ayah beserta ibu
c.         Menjelang  :   pergi menjelang malam
2.    Preposisi yang berupa kata bersufiks:
a.         Bagaikan   :   cantik bagaikan bidadari
3.    Preposisi yang berupa kata berprefiks dan bersufiks:
a.         Melalui   
:
dikirim melalui pos
b.        Mengenai
:
berceramah mengenai kenakalan remaja

2.        Preposisi Gabungan
            Preposisi gabungan terdiri atas (1) dua preposisi yang berdampingan dan (2) dua preposisi yang berkolerasi.
a.    Preposisi yang Berdampingan
            Preposisi jenis pertama terdiri atas dua preposisi yang letaknya berurutan. Berikut adalah contoh preposisi yang berdampingan.
1)        Daripada      :  menara ini lebih tinggi daripada pohon itu
2)        Kepada         :  buku itu diberikan kepada adik
3)        Oleh karena :   ia tidak masuk oleh karena penyakitnya
4)        Oleh sebab  :   tanaman itu mati oleh sebab kekeringan
            Perlu diperhatikan pemakaian preposisi daripada yang sering disalahgunakan orang. Kata daripada dipakai hanya untuk menyatakan perbandingan dan bukan untuk menyatakan milik, menyatakan asal, atau menghubungkan verba dengan unsur yang mengikutinya.
b.    Preposisi yang Berkolerasi
            Preposisi gabungan jenis kedua terdiri atas dua unsur yang dipakai berpasangan, tetapi terpisah oleh kata atau frasa lain. Contoh:
1)      antara dia dan adiknya ada perbedaan yang mencolok
2)      kami membanting tulang dari pagi hingga petang.
3)      seminar itu diadakan dari hari senin sampai dengan kamis minggu depan.
c.         Preposisi dan Nomina Lokatif
            Suatu preposisi juga dapat bergabung dengan dua nomina asalkan nomina yang pertama mempunyai ciri lokatif. Dengan demikian, kita temukan frasa preposisional, seperti di atas meja, kedalam rumah, dan dari sekitar kampus. Struktur frasa preposisional diatas tampak bahwa atas, dalam, dan sekitar merupakan bagian dari frasa nominal atas meja, dalam rumah, dan sekitar kampus dan bukan frasa gabungan di atas, ke dalam, dan dari sekitar.

21 November 2014

METODE KAJIAN DRAMA INDONESIA


Meninjau Unsur Kemasyarakatan
Dalam Naskah Drama Nyonya-Nyonya Karya Wisran Hadi
Dengan Menggunakan Metode Kajian Sosiologi Sastra


Dedi Irawan
d_irawan157@yahoo.com



Kehidupan sosial takan bisa dilepaskan dari karya sastra, itu dikarenakan proses pembuatan sebuah karya sastra pasti ada pengaruh sosial yang mendorongnya. Begitupun dalam karya sastranya, selalu ada penggambaran tentang kehidupan sosial, dan pada dasarnya karya sastra itu dibuat untuk memberikan efek terhadap para pembaca yang hakikatnya sebagai makhluk sosial. Itu semua bisa kita dapatkan jika mengkaji unsur siosial atau kemasyarakatan dalam sebuah karya sastra, termasuk dalam bentuk drama.
Untuk mengkaji unsur tersebut dapat digunakan salah satu metode pengkajian karya sastra yaitu sosiologi sastra. Sosiologi sastra merupakan gabungan dua disiplin ilmu atau interdisipliner yaitu sosiologi dan sastra. Seperti yang kita ketahui bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ilmu tentang fenomena, pola, dan seluk-beluk kehidupan sebuah masyarakat. Seperti yang diungkapkan Soerjono Sukanto dalam Wiyatmi (2013), bahwa sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat. Maka penggabungan dua disiplin ilmu ini menghasilkan sebuah ilmu yang mengkaji sastra dilihat dari dimensi social kemasyarakatan.
Sapardi Djoko Damono (1979), sebagai salah  seorang ilmuwan yang mengembangkan pendekatan sosiologi sastra di Indonesia, mengatakan bahwa karya sastra tidak jatuh begitu saja dari langit, tetapi selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman terhadap karya sastra pun harus selalu menempatkannya dalam bingkai yang tak terpisahkan dengan berbagai variabel, seperti pengarang sebagai anggota masyarakat, kondisi sosial budaya, politik, ekonomi yang ikut berperan dalam melahirkan karya sastra, serta pembaca yang akan membaca, menikmati, serta memanfaatkan karya sastra tersebut.
Sejalan dengan pendapat di atas, dalam bukunya Theory of Litetarure, Rene Wellek dan Austin Warren (1994), menawarkan adanya tiga jenis sosiologi sastra, yaitu sosiologi pengarang, sosiologi karya sastra, dan sosiologi pembaca dan pengaruh sosial karya sastra. Maka dalam hal ini, kita bisa meninjau unsure kemasyarakatan itu dalam tiga dimensi. Pertama, dari dimensi pengarang. Kedua, dimensi karya sastra itu sendiri. Ketiga, dimensi pembaca atau penikmat karya sastra tersebut.
Sebagai mana disebutkan di atas, pada kesempatan ini saya akan berusaha mengkaji unsure sosial dari sebuah bentuk karya sastra yaitu drama dengan menggunakan metode pengkajian sosiologi sastra. Drama yang menjadi objek pengkajian adalah drama Nyonya-Nyonya karya Wisran Hadi.

1.      Sosiologi pada Dimensi Pengarang
Ditinjau dari pengarang dan waktu drama ini dibuat oleh pengarang daapat dijelaskan beberapa unsure sosial yang mewarnai terciptanya drama tersebut. Naskah drama Nyonya-Nyonya karya Wisran Hadi merupakan sebuah gambaran kondisi kehidupan yang sedang terjadi di dalam masyarakat Indonesia yakni, keserakahan dan lemahnya jiwa. Kondisi masyarakat yang dimaksudkan adalah kondisi di mana banyak orang sudah terpengaruh oleh keserakahan materi, masyarakat yang mengalami penurunan moral akibat lemahnya jiwa seseorang dikarenakan materi semata. Misalnya, perilaku korupsi yang tak henti-hentinya menghujam negeri ini.
Kehidupan sosial dan budaya yang diceritakan dalam naskah drama Nyonya-nyonya berasal dari daerah Minangkabau. Dalam adat Minangkabau, rasa perikemanusiaan tidak pernah diabaikan oleh masyarakatnya sehingga adat yang asli tidak terpengaruh oleh kebendaan (materi). Harta pusaka berupa segala kekayaan yang berwujud (materi) yang nantinya akan diwariskan kepada anak kemenakan merupakan bentuk struktur ekonomi di Minangkabau. Harta pusaka tersebut dinilai sebagai alat pemersatu di dalam keluarga dan sampai sekarang ini masih berfungsi sebagaimana mestinya. Akan tetapi, yang memprihatinkan adalah tidak hanya sebagai alat pemersatu saja, malah terkadang harta pusaka sebagai milik bersama tersebut justru sering menimbulkan perselisihan dan sengketa dalam keluarga di Minangkabau.
Budaya dan adat Minangkabau telah melarang masyarakatnya untuk tidak bersifat materialistik. Akan tetapi, untuk sekarang ini di Minangkabau bahkan di daerah manapun, sifat meterialistik telah menjadi sesuatu yang lumrah untuk dikerjakan karena dianggap sebagai kepribadian yang wajar akibat modernisasi. Kesenangan akan beragam kebendaan telah memanjakan hidup seseorang sehingga memicu kekrisisan moral. Apalagi hidup di zaman sekarang yang terpenting adalah mencari uang sebanyak-banyaknya untuk mempermudah hidup meskipun dengan cara yang tidak diperbolehkan. Dengan demikian, kerasnya kehidupan sekarang menciptakan seseorang untuk berbuat segala cara demi mendapatkan materi.

2.      Sosiologi pada Dimensi Karya Sastra
Dalam naskah drama Nyonya-nyonya masalah seperti uang, tawar-menawar, dan untung-rugi banyak direpresentasikan dalam dialog. Permasalahan tersebut menjadi pemicu munculnya konflik yakni, masalah motif harga diri, menjaga nama baik, dan mempertahankan nilai-nilai adat budaya. Hal tersebut, membuktikan bahwa betapa serakah dan lemahnya jiwa tokoh utama (Nyonya) hanya karena tawaran uang yang tinggi. Meskipun motif dibalik itu adalah mempertahankan harga diri dan nama baik, semua diabaikan demi kepentingan materi. Hal ini sama persis tergambar jelas dalam kehidupan sehari-hari.
Bentuk perilaku materialistik itu mengacu kepada dua macam yaitu, orientasi terhadap uang dan orientasi terhadap harta benda (pusaka). Wisran Hadi dalam naskah drama Nyonya-Nyonya menggambarkan bentuk perilaku materialistik melalui tokoh Nyonya. Orientasi terhadap uang tergambar pada tokoh Nyonya yang tidak mampu menjaga nama baiknya dan bahkan tidak sadar telah menjual harga dirinya demi uang. Berikut kutipan dialognya.
Tuan               : Lima ratus ribu. Terserah Nyonya. Nyonya lebih suka memilih penjara atau dimarahi suami?
Nyonya          : Ibuku tentu akan memaki-makiku.
Tuan        : Terserah Nyonya, kata saya. Masuk penjara dan nama baik Nyonya hancur atau…? (MENYERAHKAN UANG DENGAN PAKSA)
Nyonya      : (MENERIMA UANG ITU DENGAN GUGUP) Ya Tuhan. (MENCIUM UANG ITU BEBERAPA KALI) Jadi, tuan tidak mengatakan pada siapa pun juga, bukan?
Selanjutnya, orientasi terhadap harta benda (pusaka) telah membuktikan bahwa tokoh Nyonya merupakan seorang yang berperilaku materialistis. Dilihat dari beberapa harta benda yang sudah Nyonya gadaikan kepada Tuan (penjual barang antik) kerena tergiur akan tawaran uang yang tinggi. Berikut kutipan dialognya.
Nyonya          : Tuan, kenaikan dua puluh lima dari tawarn Tuan memperlambat proses jual beli. Terbukti Tuan bukanlah pedagang yang pintar.
Tuan                 : (MENGELUARKAN UANG DARI TASNYA) Ini. Tujuh ratus ribu!
Nyonya            : O, o, Tuan. Apa itu? Uang? Tujuh ratus ribu?
Tuan                 : Tidak kurang serupiah pun! (MENYERAHKAN UANG)
Nyonya            : (MENERIMA UANG ITU DENGAN PENUH NAFSU, TAPI PURA-PURA GUGUP) Jadi, tuan membeli sebuah kursi seharga tujuh ratus ribu? Tuan. Tuan. (PURA-PURA MENANGIS) Aku tidak akan menjualnya, Tuan. (MENANGIS)
Perilaku materialistis tokoh Nyonya berdampak terhadap dirinya sendiri dan keluarganya. Dampak terhadap dirinya sendiri terlihat dalam keseharian Nyonya yang tidak merdeka hati dan selalu resah ketika menghadapi Tuan dan ketiga keponakannya. Nyonya tidak merasa tenang karena persoalan-persoalan yang berdatangan terhadap dirinya. Dilihat dari tokoh Nyonya yang tidak bisa menjaga nama baik karena selalu tergiur tawaran tinggi demi mendapatkan uang. Tidak hanya berupa benda mati seperti pekarang rumah, empat petak marmer teras rumah, kursi tamu, kursi makan, dan tempat tidur yang tergadai demi kepentingan untuk mendapatkan uang, sampai-sampai harga diri Nyonya terbeli oleh Tuan. Berikut kutipan dialognya.
Ponakan A     : Kamu takut kan? Syukurlah. Aku akan takut, kalau kamu tidak `takut. Ayo, serahkan uang itu, kalau tidak…. (MENIKAM-NIKAM PISAU ITU KE LANTAI)
Nyonya          : Jadi,… jadi… kamu… perlu… uang. Baik. (MENGELUARKAN UANG DARI DALAM TAS) Ini.
Sedangkan, dampak terhadap keluarga Nyonya yaitu semua perselisihan yang terjadi di dalam keluarga Nyonya diawali dari penjualan harta pusaka yang dilakukan oleh suami Nyonya (Datuk). Pertengkaran, perselisihan, dan kepura-puraan yang dilakukan demi mendapatkan uang, baik itu oleh Nyonya maupun ketiga keponakannya. Sifat materialistis yang tertanam di dalam diri tokoh Nyonya dan ketiga ponakannya merupakan gambaran hidup yang terjadi di dalam masyarakat saat ini. Demi mendapatkan uang apapun akan dilakukan dan tidak jadi persoalan apa yang akan terjadi selanjutnya. Berikut kutipan dialognya.
Nyonya           : Soal datukmu dapat bicara atau tidak, itu urusan lain. Tapi, perlu kujelaskan padamu bahwa aku sebagai isrinya telah berbuat lebih dari segalanya. Kalau suamiku itu punya banyak kemenakan, coba mana kemenakannya yang datang atau ikut membantu biaya perawatannya? Tidak seorang pun! Hanya kamu sendirilah yang datang, itu pun untuk urusan tentang uang tanah pusakamu! Tapi benar juga, suamiku menganggap bahwa kemenakannya yang banyak itu hanya tahu pada hak tapi tidak pada kewajiban. Sudah begitu besarnya pengorbananku, aku malah dicurigai. Ekornya nanti. Ekor persoalan begini tidak baik.
Ponakan A      : mungkin uang itu di bank.
Nyonya          : Kamu boleh bongkar seluruh isi rumahku ini. Tidak akan kamu temui surat-surat bank di sini. Jangankan surat bank, surat kabar saja aku tidak pernah suka!

3.      Sosiologi pada Dimensi Pembaca
Dalam dimensi ini yang ditinjau adalam efek atau dampak yang ditimbulkan pada masyarakat pembaca dari drama tersebut. Secara tersirat pengarang ingin menyampaikan amanat kepada pembaca agar mengetahui perilaku materialistis dan keserakahan dalam harta benda yang bisa menjerumuskan pada hal-hal yang tidak baik.
Perilaku materialistis di dalam masyarakat banyak disebabkan oleh faktor ekonomi. Meskipun di satu sisi sifat materialistis tersebut wajar-wajar saja apabila dalam hal persaingan ekonomi. Akan tetapi, disisi yang lain sifat materialistik terkesan terlalu memaksakan keinginan dikarenakan akan memunculkan beragam cara demi mendapatkan apa yang diinginkan tersebut. Apalagi zaman sekarang, pada umumnya semua anggota masyarakat sudah terkontaminasi oleh kepribadian materialistis. Sifat materialistis yang berlebihan itu sangat buruk bagi masyarakat seperti halnya tokoh Nyonya dalam naskah drama Nyonya-nyonya.
Keserakahan dan lemahnya jiwa menjadikan sifat materialistis di dalam diri manusia semakin menjadi-jadi karena ditengarai oleh faktor ekonomi, agama, dan budaya yang tidak berperan baik sebagaimana yang diharapkan. Melalui naskah dramanya, Wisran Hadi berusaha untuk menyadarkan masyarakat agar tidak mengikuti kebiasan-kebiasaan yang kurang baik serta tidak terjebak dalam hidup kebendaan (materialisme).
Sifat materialistis sangat ditentang dalam agama dikarenakan akan membawa manusia terpengaruh oleh situasi kebendaan dan non agama dalam kehidupannya. Manusia yang mempunyai sifat materialistik akan menganggap kurang penting persoalan agama dan apa saja yang terkait dengannya termasuk wilayah etika dan aqidah. Padahal, dalam agama sudah jelas melarang manusia untuk menumpuk harta benda karena manusia akan dimintai pertanggung jawaban atas hartanya tersebut.
****SEKIAN**** 
Semoga Bermanfaat