Oleh : Dedi Irawan
Dalam sebuah fakta, seorang
individu dipastikan semuanya memiliki nama tersendiri. Dengan penamaan itu maka
dia akan mudah dikenali dan dipanggil kembali. Proses penamaan pada seorang
bayi (manusia) memerlukan sebuah proses mulai dari pemilihan nama, menyepakati
nama yang telah dipilih oleh pemberi nama (pada hal ni orang tua), dan
pengesahan nama tersebut dengan berupa akta kelahiran kalau sekarang kita
kenal. Nama tersebut akan terbawa terus hingga ia meninggal. Kalaupun ada
penggantian nama tentu harus ada proses seperti semula.
Dari contoh diatas maka perlu
dipahami apa yang dimaksud dengan nama dan bagaimana penamaan tersebut.
1.1
Pengertian
Penamaan
Djajasudarma (2009:47) berpendapat bahwa nama merupakan kata-kata yang menjadi label setiap makluk benda,
aktivitas, dan peristiwa di dunia ini. Nama-nama ini muncul akibat dari
kehidupan manusia yang komplek dan beragam, alam sekitar manusia berjenis-jenis. Dan memberi pendapat bahwa penamaan ditiap
daerah atau lingkungan kebudayaan tertentu bagi benda yang sama tentunya
berbeda.
Chaer (2009:43) berpendapat bahwa penamaan adalah proses
pelambangan suatu konsep untuk mengacu kepada suatu referen yang berbeda diluar
bahasa. Sedangkan Aristoteles (dalam Chaer: 2009) mendefinisikan
penamaan atau pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian belaka di
antara sesama anggota suatu masyarakat bahasa.
Menurut Kridalaksana ( 1982 : 160 ) “ Penamaan merupakan
proses pencarian lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses dan
sebagainya. Biasanya dengan memanfaatkan perbendaharaan yang ada, antara lain
dengan perubahan-perubahan makna yang mungkin atau dengan penciptaan kata atau
kelompok kata ”.
Dari beberapa pendapat diatas penyusun dapat menyimpulkan
bahwa penamaan yaitu suatu proses pelabelan terhadap suatu benda, kejadian atau
peristiwa yang terjadi dalam aktivitas berbahasa manusia, sehingga memberikan
suatu acuan atau referen yang berbeda satu sama lain.
Antara suatu satuan bahasa sebagai lambang, misalnya
kata, dengan sesuatu yang dilambangkannya bersifat sewenang-wenang dan tidak
ada hubungan “wajib” di antara keduanya. Jika sebuah nama sama dengan lambang
untuk sesuatu yang dilambangkannya, berarti pemberian nama itu pun bersifat
arbitrer, tidak ada hubungan wajib sama sekali.
Misalnya antara kata <kuda> dengan benda yang
diacunya yaitu seekor binatang yang biasa dikendarai atau dipakai menarik
pedati, tidak bisa dijelaskan sama sekali. Lagi pula andaikata ada hubungannya
antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, tentu orang Jawa tidak akan
menyebutnya <jaran>, orang Inggris tidak akan menyebutnya <horse>,
dan orang Belanda tidak akan menyebutnya <paard>. Tentu mereka semuanya
akan menyebutnya juga <kuda>, sama dengan orang Indonesia.
Dalam hal ini dapat penyusun berpendapat bahwa penamaan
atau pemberian nama bersifat arbiter atau mana suka, akan tetapi memerlukan sebuah
kesepakatan antar pengguna bahasa tersebut (konvensional).
1.2
Sebab
Terjadinya Penamaan
Dalam
teorinya, ternyata nama setiap benda atau hal tidak begitu saja dinamai, akan
tetapi ada sebab atau sesuatu yang melatarbelakanginya. Secara
kontemporer kita masih dapat menelurusi sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa
yang melatarbelakangi terjadinya penamaan atau penyebutan terhadap sejumlah
kata yang ada dalam leksikon bahasa Indonesia.Berikut dalam
buku Chaer (2009), ada beberapa sebab terjadinya penamaan atau penyebutan
sebuah nama, yaitu sebagai berikut.
1.2.1
Peniruan Bunyi
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang terbentuk
sebagai hasil peniruan bunyi. Maksudnya, nama-nama benda atau hal tersebut
dibentuk berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh
benda tersebut.
Misalnya, binatang sejenis reptil kecil yang melata di
dinding disebut cecak karena bunyinya “cak, cak, cak-“. Begitu juga
dengan tokek diberi nama seperti itu karena bunyinya “tokek, tokek”.
Contoh lain meong nama untuk kucing, gukguk nama untuk anjing,
menurut bahasa kanak-kanak, karena bunyinya begitu.
Dari contoh diatas jelas bahwa peniruan bunyi yang
berasal dari benda yang dinamainya merupakan penyebab penamaan pada benda
tersebut.Kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata
peniru bunyi atau onomatope.
Nama yang dibentuk dari
peniruan bunyi sebenarnya tidak akan percis sama dengan bunyi asli yang keluar
dari benda atau hewan misalnya. Karena pendengaran dan penafsiran akan bunyi
itu berbeda-beda, serta sistema bahasanya pun berbeda. Misalnya suara ayam,
orang Sunda meniru suara kokok ayam jantan dengan bunyi [kongkorongok],
sedangkan Melayu Jakarta berbunyi [kukuruyuk].
1.2.2
Penyebutan Bagian
Penamaan suatu benda atau konsep berdasarkan bagian dari
benda itu, biasanya berdasarkan ciri khas yang dari benda tersebut dan yang
sudah diketahui umum.
Misalnya kata kepala dalam kalimat Setiap
kepala menerima bantuan bersa 10 kg. Kata
kepala dalam kalimat itu bukanlah dalam arti „kepala“ itu saja,
melainkan seluruh orangnya sebagai satu kesatuan sebagai seorang manusia dengan
semua anggota tubuhnya. Dalam hal ini penyebutan sebagian daro keseluruhan
disebut pars pro toto.
Adapun kebalikan dari pars pro toto adalah tótem pro
parte, yaitu menyebut keseluruhan untuk sebagian. Contoh dari tótem pro parteyaitu
kata Indonesia dalam kalimat Indonesia memenangkan medali emas di
olimpiade. Yang dimaksud adalah tiga orang atlet panahan putra.
1.2.3
Penyebutan Sifat Khas
Penyebutan sifat khas adalah penamaan sesuatu benda
berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu yang hampir sama dengan
pars pro toto. Gejala ini merupakan peristiwa semantik karena dalam peristiwa
ini terjadi transposisi makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata sifat
menjadi kata benda. Di sini terjadi perkembangan yaitu berupa ciri makna yang
disebut dengan kata sifat itu mendesak kata bendanya karena sifatnya yang amat
menonjol itu; sehingga akhirnya, kata sifatnya itulah yang menjadi nama
bendanya. Umpamanya, orang yang sangat kikir lazim disebut si kikir atau
si bakhil. Yang kulitnya hitam disebut si hitam, dan yang
kepalanya botak disebut si botak.
Di dalam dunia politik dulu ada istilah golongan kanan
dan golongan kiri. Maksudnya,
golongan golongan kanan untuk menyebut golongan agama dan golongan kiri untuk
menyebut golongan komunis.
1.2.4
Penemu dan Pembuat
Nama benda dalam kosa kata bahasa
Indonesia yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau
nama dalam peristiwa sejarah disebut dengan istilah appelativa.
Nama-nama benda yang berasal dari nama orang sebagai
penemu atau pembuatnya, antara lain, kondom yaitu sejenis alat
kontrasepsi yang dibuat oleh Dr. Condom; mujahir atau mujair yaitu
nama sejenis ikan air tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakan oleh
seorang petani yang bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur. Selanjutnya, dalam
dunia ilmu pengetahuan kita kenal juga nama dalil, kaidah, atau aturan yang
didasarkan pada nama ahli yang membuatnya. Misalnya, dalil arkhimides, hukum
kepler, hukum van der tunk, dan sebagainya.
Nama orang atau nama pabrik dan merek dagang yang
kemudian menjadi nama benda hasil produksi itu banyak pula kita dapati seperti
aspirin obat sakit kepala, ciba obat sakit perut, tipp ex koreksi tulisan,
miwon bumbu masak, dan lain sebagainya.
Dari
peristiwa sejarah banyak juga kita dapati nama orang atau nama kejadian yang
kemudian menjadi kata umum. Misalnya kata boikot, bayangkara, laksamana,
Lloyd, dan sandwich. Pada mulanya kata bayangkara adalah nama
pasukan pengawal keselamatan raja pada zaman Majapahit. Lalu, nama ini kini
dipakai sebagai nama korps kepolisian R.I. Kata laksamana yang kini
dipakai sebagai nama dalam jenjang kepangkatan pada mulanya adalah nama salah
seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Laksamana adik Rama dalam cerita itu
memang terkenal sebagai seorang pahlawan. Kata boikot berasal dari nama
seorang tuan tanah di Iggris Boycott, yang karena tindakannya yang terlalu
keras pada tahun 1880 oleh perserikatan tuan tanah Irlandia tidak
diikutsertakan dalam suatu kegiatan dikatakan orang itu diboikot, diperlakukan
seperti tuan Boycott. Kaat Llyoid seperti yang terdapat pada nama perusahaan
pelayaran seperti Djakarta Lloyd dan Rotterdamse Lloyd diturunkan dari nama
seorang pengusaha warung kopi di kota London pada abad XVII, yaitu Edward
Lloyd. Warung kopi itu banyak dikunjungi oleh para pelaut dan makelar
perkapalan. Maka dari itu namanya dipakai sebagai atribut nama perusahaan
pelayaran yang searti dengan kata kompeni atau perserikatan, khususnya
perserikatan pelayaran.
Kata Sandwich,
yaitu roti dengan mentega dan daging didalamnya, berasal dari nama seorang
bangsawan Inggris Sandwich. Dia seorang penjudi berat, yang selalu membawa
bekal berupa roti seperti di atas agar dia bisa tetap sambil tetap bermain.
1.2.5
Tempat Asal
Sejumlah nama benda dapat ditelusuri berasal dari nama
tempat asal benda tersebut. Misalnya kata magnit berasal dari nama
tempat Magnesia; kata kenari, yaitu nama sejenis burung, berasal dari
nama pulau kenari di Afrika; kata sarden atau ikan sarden, berasal dari
nama pulau Sardinia di Italia; kata klonyo berasal dari au de Cologne
artinya air dari kuelen, yaitu nama kota di Jerman Barat.
Banyak juga nama piagam atau prasasti yang disebut
berdasarkan nama tempat penemuannya seperti piagam kota Kapur, prasasti
kedudukan bukit, piagam Telaga Batu dan piagam Jakarta.Selain itu ada juga kata
kerja yang dibentuk dari nama tempat, misalnya, didigulkan yang berarti di
buang ke Digul di Irian jaya; dinusakambangkan, yang berarti di bawa atau dipenjarakan di pulau Nusakambangan.
1.2.6
Bahan
Ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan
pokok benda itu. Misalnya, karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat
tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa latin disebut Corchorus capsularis, disebut
juga goni atau guni.
Contoh lain, kaca adalah nama bahan. Lalu
barang-barang lain yang dibuat dari kaca seperti kaca mata, kaca jendela, dan
kaca spion. Bambu runcing adalah nama sensata yang digunakan rakyat
Indonesia dalam perang kemerdekaan dulu. Bambu runcing dibuat dari bambu
yang ujungnya diruncingi sampai tajam. Maka di sini nama bahan itu, yaitu
bambu, menjadi nama alat sensata itu.
1.2.7
Keserupaan
Dalam praktek berbahasa banyak kata yang digunakan secara
metaforis. Artinya kata itu digunakan dalam suatu ujaran yang maknanya
dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikaldari kata itu.
Misalnya kata kaki pada frase kaki meja dan kaki kursi
dan ciri “terletak pada bagian bawah”.contoh lain kata kepala pada kepala
kantor, kepala surat dan kepala meja. Disini kata kepala memiliki kesamaan
makna dengan salah satu komponen makan leksikal dari kata kepala itu, yaitu
“bagian yang sangat penting pada manusia” yakni pada kepala kantor, “terletak
sebelah atas” yakni pada kepala surat, dan “berbentuk bulat” yakni pada kepala
paku. Malah kemudian, kata-kata seperti kepala ini dianggap sebagai kata yang
polisemi, kata yang memiliki banyak makna.
1.2.8
Pemendekan
Penamaan yang didasarkan pada hasil penggabungan
unsur-unsur huruf dan beberapa suku kata yang digabungkan menjadi satu.
Misalnya rudal untuk peluru kendali, iptek untuk ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan tipikor untuk tindak pidana korupsi.Kata-kata yang
terbentuk sebagai hasil pemendekan ini lazim disebut akronim.
1.2.9
Penamaan Baru
Penamaan baru dibentuk untuk menggantikan kata atau
istilah lama yang sudah ada karena kata atau istilah lama yang sudah ada
dianggap kurang tepat, kurang rasional, tidak halus atau kurang ilmiah.
Misalnya, kata pariwisata untuk menggantikan kata turisme,
darmawisata untuk piknik, dan karyawan untuk mengganti
kata kuli atau buruh. Penggantian kata gelandangan menjadi
tuna wisma, pelacur menjadi tunasfusila, dan buta huruf
menjadi tuna aksara adalah karena kata-kata tersebut dianggap kurang
halus; kurang sopan menurut pandangan dan norma sosial. Proses penggantian nama
atau penyebutan baru masih akan terus berlangsung sesuai dengan perkembangan
pandangan dan norma budaya yang ada di dalam masyarakat.
1.3 Hubungan Nama dengan Benda
Dalam buku Djajasudarma (2009: 48) Beberapa ahli
berpendapat mengenai hubungan nama dengan benda yang dinamainya.
Plato (429-348 SM) ada hubungan hayati antar nama
dan benda, sebagai label dari
benda-benda atau peristiwa, dan menurut aristoteles (384-322 SM) pemberian nama
adalah soal perjanjian atau bukan berarti dahulu ada sidang nama untuk sesuatu
yang diberi nama. Nama biasanya dari seseorang ( ahli, penulis, pengarang,
pemimpin negara atau masyarakat baik melalui media masa elektronik atau majalah
dan koran ). Misalnya, dalam fisika kita kenal hukum Boyle dan Archimides.
Dalam permainan kita kenal sepak bola, tenis meja, dan sebagainya. Nama sesuatu
kadang-kadang dapat diusut asal usulnya. Setiap cabang ilmu memberikan nama
tertentu untuk benda, fakta, kejadian atau proses.
Sedangkan Socrates (469-399 SM) yang mengemukakan bahwa
nama harus sesuai dengan sifat acuan yang diberinama pendapatnya merupakan kebalikan
dari yang dikemukakan Aristoteles.
Dari
beberapa pendapat ahli diatas, terlihat bahwa sebuah nama yang diberikan kepada
suatu benda, kejadian, fakta, dan atau proses itu jelas bukan secara kebetulan dan seenaknya, akan tetapi ada
penyebab dan kesepakatan antar pengguna bahasa walaupun tidak melalui
pengesahan secara resmi melalui sidang atau semacamnya.
0 komentar:
Post a Comment